Simalungun. BongkarKasusNews.com – Masalah transparansi di Kecamatan Panombeian Panei kembali mencuat ke permukaan. Penggunaan baliho transparansi yang merupakan salah satu bentuk keterbukaan informasi publik (KIP) tampaknya belum menjadi prioritas bagi Pangulu Simpang Panei. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa pemerintahan setempat telah mengabaikan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).
Ketika tim media ini mendatangi kantor pangulu pada Selasa (11/02/2025) untuk mengkonfirmasi situasi ini, pangulu tidak berada di tempat. Upaya untuk menghubungi pangulu melalui telepon juga terhambat, sebab perangkat desa bermarga Manurung menyatakan bahwa pihaknya tidak memiliki nomor telepon pangulu.
“Pak, kami tidak punya nomor telepon Bapak Pangulu. Mungkin Bapak bisa coba datang lagi lain kali aja katanya.
Tim media kemudian mencoba mengkonfirmasi situasi ini ke Camat Panombeian Panei, namun respons yang diterima hanya sebatas ucapan terima kasih dan janji untuk melakukan pembinaan.
“Terimakasih informasinya pak, nanti aku dilakukan pembinaan,” balas Camat melalui pesan singkat.
Respons yang cenderung diplomatis ini justru menambah keraguan tentang komitmen pemerintah kecamatan dalam menegakkan transparansi informasi. Ketua Wilayah Lembaga Habonaron Do Bona (LHDB), W. Damanik, menyampaikan kekecewaannya atas situasi ini.
“Pangulu Simpang Panei seharusnya memahami betapa pentingnya transparansi dalam pemerintahan. UU KIP telah jelas menyatakan bahwa setiap instansi pemerintah wajib menyediakan informasi kepada publik. Dengan tidak dipasangnya baliho transparansi, masyarakat tidak dapat mengakses informasi penting seperti penggunaan anggaran, program pemerintah, dan kebijakan yang dibuat. Ini mengecewakan,” ujar Damanik.
Damanik juga menambahkan bahwa ketiadaan nomor telepon pangulu yang dapat dihubungi oleh awak media maupun masyarakat semakin memperkuat dugaan bahwa ada upaya untuk menghindari pertanggungjawaban publik.
“Sebagai pemimpin, Pangulu harus mudah dijangkau. Jika masyarakat atau media memiliki pertanyaan atau isu yang perlu ditanggapi, pangulu harus siap memberikan jawaban. Faktanya, tidak ada nomor telepon yang bisa kami hubungi, dan ini sangat mengganggu,” tegasnya.
LHDB sendiri berencana untuk melaporkan kasus ini ke otoritas yang lebih tinggi, jika tidak ada tindak lanjut yang konkret dari Camat Panombeian Panei. Menurut Damanik, upaya pembinaan yang disebutkan oleh camat harus benar-benar dilaksanakan dan diawasi.
“Kami akan terus memantau situasi ini. Jika hingga beberapa waktu ke depan tidak ada perubahan yang signifikan, kami akan melaporkan hal ini ke Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) atau lembaga terkait lainnya. Transparansi adalah kunci kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, dan itu tidak bisa diabaikan,” tutup Damanik.
Masalah ini menunjukkan bahwa masih ada perlu peningkatan kesadaran dan implementasi UU KIP di tingkat desa, khususnya di Kecamatan Panombeian Panei. Harapannya, pemerintah desa dan kecamatan dapat lebih responsif dan transparan dalam mengelola informasi publik, sehingga keterlibatan masyarakat dalam proses pemerintahan dapat ditingkatkan. (Tim)