Simalungun (BK-News) – Kejadian mengejutkan terjadi di Nagori Karang Rejo, Kecamatan Gunung Maligas, saat Sekretaris Pangulu, Pipi Dewi Astini, Amd, menaikkan bendera merah putih yang tampak koyak dan kusam. Pengibaran bendera yang seharusnya menjadi simbol kebanggaan negara ini telah mengundang perhatian publik dan kritik tajam dari berbagai pihak, terutama mengingat makna dan kedudukan bendera sebagai lambang kemerdekaan.
Jurnalis yang berada di lokasi melaporkan bahwa Pipi Dewi Astini mengaku telah menaikkan bendera tersebut dan menyatakan bahwa bendera itu sudah dalam kondisi buruk sejak lama. “Bendera ini sudah sering di-naik-turunkan dalam keadaan seperti ini,” ujarnya saat ditanya mengenai hal tersebut, pada hari Senin (30/06/2025).
Ironisnya, meskipun dana desa yang dikelola mencapai ratusan juta hingga miliaran rupiah, pihaknya tidak mengambil langkah untuk mengganti bendera tersebut dengan yang baru. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai pengelolaan dan prioritas penggunaan anggaran desa.
Ketika awak media mencoba menghubungi Pangulu Ainul Zen S.Pdi untuk memberikan klarifikasi mengenai peristiwa ini, sayangnya tidak ada jawaban yang didapat, baik melalui telepon maupun pesan WhatsApp yang dikirim.
Larangan terhadap perlakuan bendera Merah Putih diatur UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Larangan-larangan ini diuraikan lebih rinci dalam Pasal 24 yang mencakup lima poin berikut:
- Setiap orang dilarang merusak, merobek, menginjak-injak, membakar, atau melakukan perbuatan lain dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Bendera Negara.
- Setiap orang dilarang memakai Bendera Negara untuk reklame atau iklan komersial.
- Setiap orang dilarang mengibarkan Bendera Negara yang rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam.
Sanksi bagi masyarakat yang melanggar aturan mengenai Bendera Merah Putih diatur dalam Pasal 66 dan 67 UU Nomor 24 Tahun 2009. Hukuman yang dapat dikenakan meliputi pidana penjara atau denda dalam jumlah yang signifikan.
Menurut Pasal 66, tindakan seperti merusak, merobek, menginjak, membakar, atau melakukan perbuatan lain yang bertujuan menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Bendera Negara dapat dikenakan pidana penjara maksimal 5 tahun atau denda hingga Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Sedangkan menurut Pasal 67 disebutkan bahwa orang yang dengan sengaja menggunakan Bendera Negara untuk reklame atau iklan komersial, mengibarkan bendera yang rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam, mencetak, menyulam, atau menulis pada bendera, serta menggunakan bendera sebagai langit-langit, atap, pembungkus barang, atau tutup barang, dapat dikenakan pidana penjara maksimal 1 tahun atau denda hingga Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Menanggapi kejadian tersebut, Ardy Putranto, SH, seorang advokat muda, pun angkat bicara. Ia menyayangkan tindakan tersebut dan menyatakan niatnya untuk melaporkan kasus ini ke Polres Simalungun, Kodim, dan KOREM. Ia menilai pengibaran bendera yang tidak layak itu telah menghina simbol negara dan meminta agar ada penindakan hukum terhadap pihak-pihak yang bertanggung jawab, termasuk kemungkinan sanksi pemecatan bagi Pangulu dan Sekretaris Desa.
Pengibaran bendera dengan kondisi buruk dan koyak di hadapan masyarakat menimbulkan kekecewaan yang mendalam. Bendera merah putih seharusnya merupakan cerminan dari kebanggaan dan penghormatan terhadap perjuangan kemerdekaan bangsa. Kasus ini diharapkan dapat menjadi pelajaran bagi seluruh lapisan masyarakat dan aparat desa agar lebih menjaga dan menghormati simbol-simbol negara yang ada.
Kepala desa dan jajarannya diharapkan dapat segera menanggapi masalah ini dengan serius demi menjaga martabat negara dan kepercayaan masyarakat. (Paten Purba)