Tangsel, 11 September 2025 – Ketika Presiden menunjuk Purbaya Yudhi Sadewa sebagai Menteri Keuangan, publik membaca sebuah pesan: negara ini butuh bendahara yang berani keluar dari pola lama. Kita tahu, selama puluhan tahun Indonesia tidak lepas dari bayang-bayang lembaga keuangan internasional. IMF, misalnya, sering datang dengan dalih “bantuan”, namun meninggalkan jejak utang dan krisis yang panjang.
Purbaya, yang dikenal sebagai teknokrat kritis dan tidak mudah tunduk pada dogma luar negeri, tampaknya dipilih untuk membuka bab baru. Ia bukanlah ekonom yang sibuk memuja resep IMF. Sebaliknya, ia menekankan pentingnya optimisme, kemandirian, dan keberanian mencari jalan sendiri. Di sinilah letak peluangnya: apakah ia cukup berani melirik ke atas, pada Ekonomi Langit?
Sistem Ekonomi Langit (Ekola) bukan sekadar teori utopis. Ia adalah jalan yang menggabungkan tiga dimensi: spiritual, sosial, dan ekonomi. Ekonomi bukan hanya perhitungan angka, tetapi juga soal keberkahan, keadilan, dan keberlangsungan hidup.
Mengapa IMF Bukan Solusi?
Kita belajar dari sejarah 1998. Ketika krisis menghantam, IMF datang membawa resep yang ternyata menghancurkan. Industri nasional dipaksa runtuh, aset-aset negara dijual murah, dan kedaulatan ekonomi dipertaruhkan. Jika Indonesia terus mengulang pola ini, maka apa gunanya kita memiliki kekayaan alam melimpah dan potensi manusia yang besar?
Ekola Terbukti
Ekonomi Langit bukan sekadar teori, ia sudah tercermin di beberapa negara, meski mereka mungkin tidak menyebutnya demikian.
Norwegia – Negara ini menolak jebakan IMF dengan cara mengelola sumber daya alamnya sendiri. Minyak dan gas dikelola melalui sovereign wealth fund yang hasilnya dinikmati rakyat, bukan asing. Inilah cerminan prinsip langit: mengelola anugerah bumi untuk kesejahteraan umat.
Qatar – Negeri kecil di Teluk ini berani berdiri mandiri. Mereka tidak menyerahkan kendali gasnya kepada lembaga asing, tetapi mengolahnya dengan perhitungan strategis. Hasilnya, rakyat menikmati fasilitas pendidikan, kesehatan, dan jaminan hidup. Ekonomi berjalan di bawah nilai spiritual Islam: zakat, wakaf, dan berbagi.
Malaysia – Meskipun pernah terguncang krisis Asia, Perdana Menteri Mahathir Mohammad menolak resep IMF. Ia memilih mengendalikan mata uang, melindungi industri dalam negeri, dan tidak tunduk pada “obat pahit” IMF. Hasilnya, Malaysia pulih lebih cepat dibanding negara tetangga.
Contoh-contoh ini adalah bukti: ketika negara berani menoleh ke langit, bumi akan tunduk memberi hasilnya.
Kegaduhan di Hari Pertama
Namun, masalah langsung muncul di hari pertamanya menjabat. Pernyataan pribadi Purbaya yang dianggap terlalu blak-blakan tentang arah kebijakan fiskal, ditambah komentar putranya di media sosial yang bernada provokatif, telah menimbulkan kegaduhan. Beberapa kelompok masyarakat langsung bereaksi keras, bahkan sampai turun ke jalan menuntut agar sang Menkeu dicopot.
Kondisi ini berbahaya. Di saat ekonomi membutuhkan stabilitas, kegaduhan politik hanya akan memperlemah kepercayaan pasar dan merusak citra pemerintah. Solusinya bukan sekadar membungkam kritik, tetapi mengubah cara komunikasi. Seorang Menkeu tidak cukup hanya cerdas berhitung, ia juga harus bijak berbicara.
Purbaya harus segera meredakan situasi dengan langkah nyata: meminta maaf secara terbuka, menegaskan bahwa pernyataan putranya adalah urusan pribadi yang tidak mewakili kementerian, dan menunjukkan sikap rendah hati bahwa ia mau belajar dari kritik. Dengan begitu, publik bisa melihat bahwa pemerintah tidak arogan, melainkan terbuka pada suara rakyat.
Apakah Purbaya Akan Membuka Pintu Ekola?
Sebagai akademisi dan praktisi keuangan, Purbaya tentu paham bahwa ekonomi tidak bisa hanya mengandalkan angka. Pertumbuhan delapan persen yang pernah ia impikan mustahil dicapai bila kita masih duduk manis di kursi IMF. Dibutuhkan paradigma baru—sebuah keberanian untuk memandang ekonomi sebagai ibadah, bukan sekadar transaksi.
Ekonomi Langit menawarkan itu: pembangunan yang berpihak pada rakyat, keuangan yang transparan, dan distribusi yang adil melalui zakat, wakaf, dan solidaritas sosial. Jika Menkeu baru ini mau mendengar, maka Ekola bisa menjadi opsi nyata untuk membawa Indonesia keluar dari lingkaran krisis.
Kini, bola ada di tangan Purbaya Yudhi Sadewa. Apakah ia akan terseret oleh kegaduhan politik yang bisa meruntuhkan reputasinya, ataukah ia menjadikannya pelajaran berharga untuk melangkah menuju paradigma baru?
Jika ia berani menoleh ke langit, mungkin ia akan menemukan bahwa di balik kritik rakyat ada jalan menuju keberkahan, dan di balik badai demonstrasi ada peluang untuk menulis sejarah baru bangsa ini. Wallahu a’lam.
Saeed Kamyabi
Inisiator Sistem Ekonomi Langit