Simalungun. BongkarKasusNews.com- Belakangan ini, berita mengenai dugaan praktik pungutan liar (pungli) yang melibatkan Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Dolok Pardamean telah mengemuka dan menarik perhatian publik. Dugaan ini berfokus pada pengumpulan uang sebesar Rp. 30.000 per siswa, yang diduga dilakukan dengan alasan pembelian horden. Tindakan ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai transparansi dan akuntabilitas penggunaan dana yang diterima sekolah, khususnya Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang jumlahnya mencapai Rp. 787.500.000 (Tujuh Ratus Delapan Puluh Tujuh Juta Lima Ratus Ribu Rupiah) dalam satu tahun ajaran.
Dari laporan penggunaan dana BOS tahun 2024 yang disampaikan oleh Kepala Sekolah, terungkap bahwa terdapat alokasi anggaran yang cukup signifikan untuk pemeliharaan sarana dan prasarana sebesar Rp. 68.330.000. Selain itu, untuk keperluan administrasi satuan pendidikan, telah dianggarkan dana sebesar Rp. 110.298.900 (Seratus Sepuluh Juta Dua Ratus Sembilan Puluh Delapan Ribu Sembilan Ratus Rupiah). Angka-angka ini seharusnya memberikan gambaran yang jelas tentang pengelolaan dana yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah tersebut.
Untuk pemberitaan yang berimbang, awak media ini mencoba mengkonfirmasi kepala sekolah SMA Negeri 1 Dolok Pardamean, Benty Sihombing, S.Pd, M.Si melalui pesan Whats app di Nomor 0852-7550-xxxx, Jumat (28/02/2025), tetapi sangat miris pesan whatshapp sudah ceklis dua biru, tanda pesan sudah dibaca. Tetapi Benty Sihombing tidak membalas pesan awak media ini, bahkan memblokir nomor wartawan.
Namun, munculnya dugaan pungli menimbulkan sejumlah pertanyaan tentang penggunaan dana tersebut. Apakah anggaran yang disediakan cukup untuk memenuhi kebutuhan sekolah? Atau apakah kepala sekolah telah melakukan pengelolaan yang tidak sesuai dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas? Sebagai lembaga pendidikan yang diharapkan menjadi contoh, SMA Negeri 1 Dolok Pardamean perlu memberikan penjelasan yang memadai dan menjawab konfirmasi wartawan, agar tidak terjadi kesalahpahaman di kalangan orang tua siswa dan masyarakat umum.
Terkait dengan isu ini, aparat penegak hukum (APH), khususnya Inspektorat Sumatera Utara, diminta untuk melakukan audit menyeluruh terhadap penggunaan dana BOS di SMA Negeri 1 Dolok Pardamean. Permintaan ini tidak hanya berfokus pada pemeriksaan berkas dan dokumen, tetapi juga melibatkan verifikasi fisik dan pemeriksaan pihak-pihak terkait. Hal ini bertujuan agar tidak ada yang terlewat dalam proses audit dan untuk memastikan bahwa semua alokasi dana sesuai dengan rencana dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan.
Di satu sisi, beberapa pihak mungkin berpendapat bahwa pengumpulan uang untuk horden dapat dianggap sebagai langkah untuk meningkatkan fasilitas sekolah. Namun, di sisi lain, jika dana yang seharusnya digunakan untuk pendidikan dan pengembangan siswa justru disalahgunakan, maka tindakan tersebut jelas sangat merugikan. Keterbukaan dalam penggunaan dana BOS adalah hal yang sangat penting, mengingat dana tersebut berasal dari anggaran pemerintah yang diharapkan dapat mendukung pendidikan yang berkualitas bagi semua siswa.
Dari sudut pandang orang tua siswa, tentu saja situasi ini menimbulkan kekhawatiran dan kekecewaan. Mereka mempercayakan pendidikan anak-anak mereka kepada sekolah dengan harapan bahwa setiap dana yang dikeluarkan akan digunakan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pendidikan. Praktik pungli, jika terbukti benar, akan merusak kepercayaan orang tua terhadap institusi pendidikan tersebut. Oleh karena itu, transparansi dalam pengelolaan keuangan sangat diperlukan agar orang tua dapat merasa aman dan percaya bahwa anak-anak mereka mendapatkan pendidikan yang layak.
Sebagai penutup, kasus dugaan pungli di SMA Negeri 1 Dolok Pardamean menjadi pengingat bagi semua pihak bahwa pengelolaan dana pendidikan harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab. APH diharapkan dapat melakukan investigasi yang mendalam untuk memastikan bahwa setiap tindakan yang diambil oleh pihak sekolah dapat dipertanggungjawabkan. Dengan adanya audit yang objektif dan transparan, diharapkan praktik pungli dapat diminimalisir, dan kepercayaan publik terhadap lembaga pendidikan dapat terjaga. Keberhasilan pendidikan bukan hanya ditentukan oleh kualitas pengajaran, tetapi juga oleh integritas dalam pengelolaan sumber daya yang tersedia. (Tim)